• MBT Leopard 2A6, Pemerintah dan DPR saling Ngotot

    VIVAnews – Pemerintah dan DPR terlibat perang opini
    terkait perlu tidaknya membeli tank Leopard bekas yang
    diobral murah Belanda. Bagi Kementerian Pertahanan, ini
    kesempatan, mumpung Negeri Kincir Angin sedang terpaksa
    mengurangi alat utama sistem pertahanan (alutsista) gara-
    gara hantaman krisis Eropa. Sebaliknya, DPR beranggapan,
    kendaraan tempur kategori Main Battle Tank itu tak cocok
    digunakan di tanah air.
    Menjawab keberatan DPR, Kepala Staf Angkatan Darat
    Jenderal Pramono Edhie Wibowo bersikukuh, Leopard cocok
    digunakan untuk kawasan Asia Tenggara, termasuk
    Indonesia. Apalagi negara tetangga, seperti Malaysia,
    Singapura, dan Kamboja sudah punya tank bikinan Jerman
    yang masuk lima besar termodern di dunia itu.
    "Mereka tinggal di kawasan yang sama dengan kita.
    Kebetulan kita di pulau tapi kawasan daratannya sama
    hutannya sama. Apakah jalan-jalan kita tidak lebih baik dari
    mereka," kata Pramono Edhie di Mabes TNI, Jakarta, Rabu 18
    Januari 2012.
    Ia menambahkan, bukannya ujug-ujug pihaknya ingin
    melengkapi alutsista dengan tank kelas berat itu. Penelitian
    sudah dilakukan, pihak-pihak yang mumpuni pun sudah
    memberi masukan. Permintaan Leopard pun sudah
    diajukan Batalyon Kavaleri, sebagai pihak pengguna. "Saya
    hukumnya wajib mencari. Jadi saya persilakan untuk melihat
    tank berat yang ada dan untuk dipelajari. Jadi ada
    urutannya," ujar Edhie."Jadi teknis saya tanyakan ke
    pengguna, saya juga tidak lebih mahir dari kavaleri. Jadi
    bicara masalah teknis mereka yang punya, kalau mereka
    minta ya saya adakan.”
    Soal mengapa tidak memakai buatan dalam negeri, Edhie
    menjelaskan, saat ini Indonesia belum mampu membuat
    tank jenis berat sekelas Leopard."Untuk tank berat kita
    belum mampu," kata dia.
    Dia menjelaskan, ada tiga jenis kualifikasi tank: ringan,
    sedang, dan berat. Teknologi Indonesia saat ini baru
    mencoba untuk membuat tank dengan kelas sedang.
    Edhie lantas membeberkan kondisi tempur militer
    Indonesia. Dari 11 Batalyon Kavaleri yang dimiliki Angkatan
    Darat, 2 Batalyon terbaru memiliki tank dengan nama
    Scorpion."Itu tank ringan dan itu semua produk tahun 1950-
    an. Jadi kalau dilihat itu kita sudah jauh ketinggalan untuk
    soal tank," ujarnya.
    Saat ini, dia melanjutkan, Angkatan Darat bekerjasama
    dengan PT Pindad meng-upgrade 13 tank AMF 13 agar bisa
    mencapai taraf sedang. Edhie berharap, segera ada
    peningkatan teknologi supaya bisa menyerap teknologi asing
    untuk memproduksi tank dengan jenis berat.
    Soal jadi tidaknya membeli Leopard, keputusan belum final.
    Bagi Belanda, Leopard adalah salah satu divisi tank di
    Belanda yang akan dihapuskan, namun keputusan ada di
    tangan Indonesia. "Mereka punya cadangan sekitar 150
    tank. Selanjutnya kita diberi kesempatan untuk melihat dan
    memilih, menentukan harga," tandasnya. "Itu barangnya
    sudah ada di gudang. Semakin cepat disetujui, pembelian
    juga akan cepat ke Indonesia.
    Jika terealisasi, dana USD280 juta akan ditukar dengan 100
    unit tank Leopard. Pembelian G to G alias antar
    pemerintah , untuk mempersempit ruang gerak percaloan.
    Tak asal omong
    Penjelasan pemerintah yang disebar media belum dianggap
    memuaskan anggota dewan. Sebaliknya, Wakil Ketua Komisi
    I, Tubagus Hasanuddin mengatakan, pihaknya tidak asal
    menolak rencana pembelian tank Leopard bekas dari
    Belanda. Penolakan yang dilakukan oleh DPR itu telah
    didasari analisa yang obyektif.
    "Saya dan teman-teman dengan sungguh-sungguh
    mempelajari dengan seksama tentang keunggulan dan
    kelemahan tank Leopard bekas yang akan dibeli TNI dengan
    harga cukup mahal, dan kemudian menyatakan menolak
    pembelian itu," ujar Tubagus dalam pesan singkat kepada
    VIVAnews , Rabu 18 Januari 2012.
    Dia menambahkan, sejauh ini Kementerian Pertahanan
    sebagai mitra kerja Komisi I, belum pernah mengajukan
    usulan pembahasan rencana pembelian tank tersebut. Juga
    menjelaskan soal rencana pembelian 100 tank Leopard ,
    yang terdiri dari 50 unit tipe 2A4 dan 50 unit tipe 2A6. "Tank
    ini memang canggih, tapi cukup mahal," kata Tubagus.
    Untuk tipe 2A4, kata dia, harganya 700.000 euro atau sekitar
    Rp8 miliar per unit, sedangkan tipe 2A6 800.000 euro atau
    sekitar Rp9,2 miliar per unit.
    Bukan hanya menguras anggaran negara, Tubagus
    mengatakan, kendaraan tempur itu tak cocok untuk medan
    di Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan
    bertanah gembur. Sebab bobot tank ini lebih dari 60 ton.
    Cocoknya untuk pertempuran di gurun."Dan kurang taktis
    untuk sistem pertahanan pulau-pulau seperti di Indonesia,"
    ujar Tubagus.
    Dia menambahkan, sebenarnya atas perintah presiden pada
    tahun 2010, PT Pindad telah berhasil mengembangkan
    model medium tank dengan bobot 23 ton. Tank ini dinilai
    lebih cocok digunakan di Indonesia. "Itu sudah menjadi
    prototipe, tinggal dikembangkan. Lebih ringan, lincah dan
    murah karena diproduksi anak bangsa," katanya.
    Bukannya menghalangi niat TNI untuk memiliki alutsista
    canggih, DPR hanya ingin mengingatkan, belilah yang sesuai
    kondisi dan tepat digunakan di Indonesia. "Kami setuju TNI
    dilengkapi Alutsista yang canggih, tapi harus cocok dengan
    doktrin pertahanan dan karakter geografis serta medan di
    Indonesia," tuturnya.
    Sebelum perang urat syaraf terjadi, DPR versus pemerintah,
    sebelum rencana pembelian Leopard terungkap di dalam
    negeri, ribut-ribut justru duluan terjadi di Negeri Belanda.
    Seperti dimuat situs Radio Nederland Siaran Indonesia ,
    pada 14 Desember 2012, Tweede Kamer menyetujui mosi
    tidak percaya yang diajukan partai Kiri Hijau (GroenLinks ).
    Alasannya, Belanda tidak ingin terlibat dalam pelanggaran
    hak asasi manusia.
    "Keputusan penolakan berkaitan erat dengan track record
    Indonesia. Kita tahu mereka telah memporakporandakan
    Aceh, Timor Timur. Baru-baru ini juga terjadi kerusuhan di
    Papua," ujar Arjan El Fassed, pihak yang mengajukan mosi.
    Menurut anggota parlemen dari GroenLinks itu, penjualan
    tank kepada Indonesia berisiko besar terhadap pelanggaran
    hak asasi manusia. Tank kemungkinan besar bisa
    dipergunakan untuk menghabisi para demonstran.
    Kekhawatiran parlemen Belanda ditanggapi Menteri
    Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro. Kata dia, tuduhan itu
    telat. "Pemerintah AS sudah mendeklarasikan kalau
    Indonesia tak ada masalah dengan HAM. Tapi parlemen
    Belanda bilang ada masalah, ini terlambat," kata Purnomo
    Yusgiantoro. (sj)
    © VIVAnew

    0 komentar → MBT Leopard 2A6, Pemerintah dan DPR saling Ngotot

    Posting Komentar