Menyusul terjadinya peristiwa penyerangan terhadap penganut Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai kerja intelijen lokal belum optimal. "Saya menilai memang ada yang belum optimal. Pertama, maksud saya yang mengait pada solusi pertama intelijen lokal, dalam hal ini kepolisian maupun komando teritorial TNI," kata Presiden SBY kepada pers usai memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (27/8).
SBY Kritik Kinerja Intelijen Soal Insiden Sampang |
Menurut Presiden, apabila fungsi intelijen kuat, maka aksi kekerasan di Sampang bisa diantisipasi. Dalam insiden penyerangan kelompok Islam Syiah di Sampang, aparat kepolisian dan TNI tidak siaga mendeteksi potensi bentrokan.
Presiden SBY menggarisbawahi kelemahan ini agar menjadi catatan bagi Polri dan TNI. "Mestinya kalau intelijen itu bekerja dengan benar dan baik, akan lebih bisa diantisipasi, dideteksi keganjilan yang ada di wilayah itu," tegas Presiden.
Arahan Presiden mengenai solusi kasus kekerasan di Sampang juga ditujukan kepada Mahkamah Agung (MA). Presiden SBY meminta agar hukuman terhadap aksi kekerasan bisa lebih tegas dan adil. Hal ini sebagai efek jera agar kejadian kekerasan tidak terulang lagi di masa mendatang. "Kalau tidak tegas dan adil, memancing hal serupa di masa depan. Kalau tegas dan adil, kalau kesalahannya berat hukumannya berat, maka itu akan baik bagi negara kita. Dengan demikian tidak begitu saja warga negara kita, komunitas atau pihak tertentu melakukan kekerasan dan pelanggaran hukum seperti itu," papar Kepala Negara.
Kepada pemerintah daerah Jawa Timur dan Sampang, Presiden menghimbau agar terus melakukan sinergi dengan pemerintah pusat. Presiden SBY juga berharap agar Pemda Jatim dan para pemimpin agama bisa membimbing masyarakat agar tidak melakukan aksi kekerasan maupun tindakan main hakim sendiri.
Dikatakan Presiden, pemerintah pusat akan membantu Pemda Jatim terkait penanganan korban pasca insiden penyerangan di desa Nangkernang, Sampang. Bantuan akan diberikan kepada kedua kelompok yang bentrok dalam insiden itu. "Kita akan bantu untuk membantu mereka-mereka yang jadi korban insiden ini, apakah rumah dibakar atau yang luka-luka, secara adil bagi kedua belah pihak," imbuh Kepala Negara. (Jurnas)
Kepala BIN Akui Kecolongan
KEPALA Badan Intelijen Negara (BIN), Marciano Norman mengakui bahwa fungsi intelejen gagal untuk mengantisipasi aksi penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah di Sampang, Jawa Timur, Hari Minggu lalu.
Kepala BIN, Letjen TNI Marciano Norman |
Marciano berjanji akan melakukan evaluasi agar intelijen tidak lagi kecolongan. "Ya, kita harus mengakui kalau hal itu terjadi, intelejennya harus diperbaiki. Kita harus mengevaluasi, harusnya intelejen yang baik mempunyai kemampuan mendeteksi secara dini hal-hal yang akan timbul," kata Marciano kepada wartawan usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (27/8).
Marciano membantah bahwa intelijen tidak bekerja dengan baik di daerah Sampang yang menjadi lokasi penyerangan. Ia menegaskan, lembaganya bekerja namun memang perlu ada perbaikan. "Tetap terjadi walaupun kita juga telah lakukan langkah-langkah itu (intelijen). Ya, memang kita harus memperbaiki," ujar mantan Pangdam Jaya tersebut.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai kerja intelejen lokal belum optimal. Presiden SBY meminta agar fungsi intelejen di daerah diperkuat agar insiden penyerangan seperti yang terjadi di Sampang tidak terulang. "Saya menilai memang ada yang belum optimal. Pertama, maksud saya yang mengait pada solusi pertama intelijen lokal, dalam hal ini kepolisian maupun komando teritorial TNI," kata Presiden SBY dalam jumpa pers hari ini.
Aksi penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah di desa Nangkernang, Sampang, Jawa Timur terjadi Minggu kemarin (26/8). Penyerangan oleh ribuan orang itu menewaskan dua korban tewas yakni Thohir (40) dan Muhammad Khosim alias Hamamah (45). Sedangkan lima orang korban luka dalam keadaan kritis.
Kejadian berawal saat pagi hari rombongan kelompok Syiah pimpinan Tadjul Muluk yang mayoritas anak-anak berangkat menuju Pesantren Bangil di Malang. Saat di perjalanan, mobil yang membawa rombongan dari Desa Nangkerenang itu dihadang ribuan orang dan terjadi bentrokan. Massa yang marah kemudian membakar dusun warga kelompok Syiah.
Marciano membantah bahwa intelijen tidak bekerja dengan baik di daerah Sampang yang menjadi lokasi penyerangan. Ia menegaskan, lembaganya bekerja namun memang perlu ada perbaikan. "Tetap terjadi walaupun kita juga telah lakukan langkah-langkah itu (intelijen). Ya, memang kita harus memperbaiki," ujar mantan Pangdam Jaya tersebut.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai kerja intelejen lokal belum optimal. Presiden SBY meminta agar fungsi intelejen di daerah diperkuat agar insiden penyerangan seperti yang terjadi di Sampang tidak terulang. "Saya menilai memang ada yang belum optimal. Pertama, maksud saya yang mengait pada solusi pertama intelijen lokal, dalam hal ini kepolisian maupun komando teritorial TNI," kata Presiden SBY dalam jumpa pers hari ini.
Aksi penyerangan terhadap kelompok Islam Syiah di desa Nangkernang, Sampang, Jawa Timur terjadi Minggu kemarin (26/8). Penyerangan oleh ribuan orang itu menewaskan dua korban tewas yakni Thohir (40) dan Muhammad Khosim alias Hamamah (45). Sedangkan lima orang korban luka dalam keadaan kritis.
Kejadian berawal saat pagi hari rombongan kelompok Syiah pimpinan Tadjul Muluk yang mayoritas anak-anak berangkat menuju Pesantren Bangil di Malang. Saat di perjalanan, mobil yang membawa rombongan dari Desa Nangkerenang itu dihadang ribuan orang dan terjadi bentrokan. Massa yang marah kemudian membakar dusun warga kelompok Syiah.
Sumber : Jurnas
0 komentar → Presiden Kritik Kinerja Intelijen Soal Insiden Sampang
Posting Komentar