66 tahun TNI, sederhana dalam tuntutan tugas



Rabu, 5 Oktober 2011 15:29 WIB | 1093 Views
Pesawat Sukhoi TNI-AU dalam formasi terbang. Harapan peningkatan profesionalisme dan penguatan postur bisa terjadi sejalan komitmen negara menambah anggaran dana pada 2012, dari Rp47,5 triliun tahun ini menjadi Rp67 triliun pada 2012. (FOTO ANTARA/M Agung Rajasa)
 ... Ukurannya kemudian --pasti-- bukan menguntungkan atau tidak menguntungkan... Yang terakhir ini terkait tentu dengan kemampuan keuangan yang dimiliki, yang dalam kasus TNI, menjadi masalah klasik dari masa ke masa..

Jakarta (ANTARA News) - TNI sudah berusia 66 tahun, belum terlalu tua dari sisi umur seperti militer Amerika Serikat atau Inggris, juga tidak terlalu muda sebagaimana militer negara-negara berkembang lain.

Peringatan ulang tahun ke-66 TNI itu ditempuh dengan cara sederhana saja, namun tetap dihadiri Panglima Tertinggi TNI, Presiden Susilo Yudhoyono. Presiden keenam Indonesia ini juga perwira tinggi purnawirawan TNI-AD denganOp4ngkat terakhir letnan jenderal.

Jadi, secara psikologis dan historis, ada ikatan erat antara pribadi Yudhoyono dan TNI, terkhusus TNI-AD. Ikatan antara kedua pihak inilah yang lalu tercermin dalam kesederhanaan peringatan ulang tahun itu, di Markas Besar TNI, Cilangkap, Rabu.

Hanya ada parade pasukan dari tiga matra TNI, peragaan kemampuan individual personil dalam hal ketepatan mendarat terjun payung, sampai olah kanuragan alias bela diri a'la Korps Marinir TNI-AL. Jika ada perwakilan kemanunggalan TNI dan rakyat --jargon yang sangat sering dikatakan-- itu hanya berupa tari kolosal racikan baru berlatar budaya Papua.

Tim kerja sama di udara terjun payung Korps Marinir TNI-AL mampu mendarat secara harmonis, tepat, dan rapi. Ini buah dari latihan keras dan berlanjut yang diperlukan dalam mereka menunaikan tugasnya.

Sajian yang cukup mahal adalah terbang lintas dan manuver aerobatik ringan pesawat tempur latih lanjut Hawk Mk-53 dari Skuadron Udara 15 dan Sukhoi Su-27 dan 30/MKI dari Skuadron Udara 11 yang berpangkalan di Pangkalan Udara Utama TNI-AU Hasanuddin, Makassar.

Sederhana, bagi banyak orang sering diartikan biaya rendah. Yang terakhir ini terkait tentu dengan kemampuan keuangan yang dimiliki, yang dalam kasus TNI, menjadi masalah klasik dari masa ke masa.

Indonesia negara yang sangat besar dalam berbagai segi. Sebut saja, jumlah penduduk, luas wilayah, komposisi suku dan berbagai hal lain, sampai kedudukan khas dalam kawasan Asia Pasifik. Secara singkat, Indonesia adalah penting untuk kawasan dan dunia, sehingga banyak perwakilan negara sahabat menempatkan seorang perwira tinggi sebagai atase pertahanan di kedutaan besar masing-masing.

Benarkah Indonesia itu penting, dalam hal ini di mata negara-negara lain? Bisa jadi iya, gambarannya bisa dari TNI yang diberikan tambahan alokasi dana APBN hingga Rp64,4 triliun pada 2012 nanti. Jaminan itu diutarakan Yudhoyono dalam pidatonya di Cilangkap, di depan para petinggi TNI dan para prajuritnya.

Dana sebanyak itu lebih besar 35 persen ketimbang yang saat ini diberi negara, yaitu Rp47,5 triliun. Salah satu ukuran kekuatan militer suatu negara adalah besaran dana yang disediakan negara untuk mereka; maklum, "bisnis" tentara adalah jaminan kewibawaan dan keselamatan wilayah negara dan warga negaranya.

"Bisnis" atau tugas pokok seperti itu tidak berwujud secara fisik, namun khasiat atau tingkat keberhasilannya dirasakan langsung oleh semua pihak. Ukurannya kemudian --pasti-- bukan menguntungkan atau tidak menguntungkan.

Setiba Indonesia pada masa reformasi yang semangatnya mendudukkan semua hal pada tempatnya, TNI juga masuk dalam hal itu. Undang-undang Nomor 34/2004 Tentang TNI menanggalkan peran politiknya karena hal itu berlawanan dengan semangat reformasi. Pula, politik TNI adalah politik negara sehingga TNI tunduk pada skenario politik bangsa ini.

Panggung bagi TNI tidak seluas dulu lagi sekalipun kapasitas dan kapabilitasnya senantiasa diusahakan ditingkatkan. Dalam fungsi utamanya sebagai kekuatan fisik negara, TNI tetap konsisten mengasah kemampuan diri, di antaranya kemampuan menghadapi jaringan terorisme. Bicara soal ini, memang bentuk produk jaringan terorisme itu selalu menimpa di dalam wilayah Indonesia.

Akan tetapi, efek yang ditimbulkan bisa mengganggu kewibawaan, martabat, dan keselamatan bangsa dalam banyak dimensi. Bisa dibayangkan jika kemudian dikatakan Indonesia memiliki kemampuan rendah menghadapi jaringan terorisme? Kemudian perwakilan negara-negara sahabat meminta pemerintahnya masing-masing untuk langsung mengawal misi-misi mereka yang ada di Indonesia?

Tentu hal itu tidak ingin terjadi, selain bahwa yang terkena dampak negatif secara langsung adalah rakyat sendiri. Karena itulah, sederhana tidak lagi identik dengan biaya murah. Untuk memampukan seorang tentara menembak secara tepat dan cepat, bisa diperlukan ribuan butir peluru dalam latihan walau dalam aksi sebenarnya hanya satu peluru yang mematikan musuh negara.

Sudah bukan jamannya lagi untuk bergerak secara sektoral walau ada undang-undang yang mewadahi aktivitas tugas. TNI diinstruksikan Panglima Tertinggi-nya untuk bahu-membahu dengan mitra polisi sipil menghadapi jaringan terorisme. TNI dikenal sebagai militer profesional dan bisa dipastikan amanat pucuk pimpinannya itu direspons secara memadai. 

Selamat ulang tahun TNI. (ANT)

ANTARA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar